Jumat, 02 Januari 2009

Regulasi Yang Mengatur Lpk Di Kawasan Kurang Harmonis

Pengembangan UMKM di kawasan memerlukan Lembaga Penjaminan Kredit (LPK) dalam memperoleh kemudahan susukan keuangan dan pembiayaan dari perbankan atau lembaga pembiayaan lainnya. Saat ini sudah ada sekitar 27 Pemerintah Daerah telah menjalankan bisnis penjaminan kredit UMKM di kawasan yang berhubungan dengan LPK namun perkembangannya relatif lambat dan belum optimal menjamin kredit UMKM. Salah satu permasalahan yang dihadapi ialah masih adanya keraguan Pemerintah Daerah dan perbankan di kawasan dalam upaya menjalankan perjuangan penjaminan kredit alasannya ialah pro kontra regulasi yang terkait dengan penjaminan kredit tersebut menyerupai halnya Permendagri No. 13/2006. Pemerintah selayaknya mengambil langkah segera untuk mengharmoniskan regulasi tersebut semoga kegiatan ekonomi kawasan berbasis UMKM sanggup berlari kencang.

Peranan UMKM.
Peranan sektor riil dalam menggerakan pertumbuhan ekonomi nasional selama ini dari tahun ke tahun terus mengalami perkembangan kinerja yang fluktuatif. Peranan penting sektor riil untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi telah menjadi fokus pemerintah dalam memperkuat struktur ekonomi. Pemerintah juga telah berupaya memakai seluruh kebijakan ekonomi dengan jalan pemberdayaan Usaha Kecil dan Menengah (UKM) yang merupakan motor penggerak ekonomi kerakyatan. Peranan UKM terhadap perekonomian pada ketika krisis telah terbukti mempunyai daya tahan yang lebih berpengaruh dibandingkan entitas ekonomi lainnya dan tetap eksis menawarkan bantuan yang relative besar dalam pemulihan ekonomi. Pada ketika ekonomi stabil pun, peranan UKM tetap mayoritas sebagai penopang ekonomi yang kokoh.
Peranan ekonomi kerakyatan dalam tatanan perekonomian nasional merupakan serpihan yang sangat penting dan strategis, khususnya tugas perjuangan mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Strategi yang perlu dilaksanakan Pemerintah, diantaranya melalui pemberdayaan UMKM, sehingga bisa lebih berperan dalam pembangunan ekomoni daerah, penciptaan lapangan kerja, pemerataan pendapatan, peningkatan kesejateraan dan pengentasan rakyat dari kemiskinan. Belajar dari pengalaman krisis ekonomi tahun 1997-1998, UMKM merupakan sektor yang mempunyai daya tahan tinggi terhadap goncangan krisis ekonomi. UMKM terus tumbuh dari 43 juta unit perjuangan pada 2001 menjadi 48,9 juta unit perjuangan pada 2007 dan 49,84 juta unit perjuangan pada 2008 atau 99,99% dari keseluruhan pelaku usaha; terdiri dari Usaha Mikro 47,79 Juta Unit (95,70%). Usaha Kecil sebanyak 2,02 Juta Unit (4,05%) dan Usaha Menengah 120.253 Unit (0,24%). Peranan Usaha Menengah, Kecil dan Mikro (UMKM) dalam mendorong perekonomian Indonesia sangatlah strategis, baik lingkup nasional maupun daerah.

Kendala UMKM
UMKM dalam membuatkan usahanya banyak menemui hambatan terutama yang menyangkut permasalahan permodalan baik untuk investasi maupun modal kerja. Penyebabnya antara lain bahwa UMKM sulit mengakses kredit perbankan untuk memperoleh sumber pembiayaan perbankan alasannya ialah ketidakcukupan nilai agunan. Permasalahan yang dialami UMKM ini terjadi di banyak sekali daerah. Maka, salah satu cara yang ditempuh oleh pemerintah kawasan untuk menggenjot pertumbuhan UMKM di daerahnya ialah dengan Program Penjaminan Kredit UMKM. Penjaminan tersebut biasanya dilakukan Pemerintah Daerah (Pemda) bekerja sama dengan Perbankan (BPD) serta Lembaga Penjamin Kredit (LPK) yang masing-masing pihak melaksanakan sinergi dalam bentuk kerjasama Program Penjaminan Kredit Daerah (PPKD). Pemerintah Daerah sanggup membentuk Lembaga Penjamin Kredit Daerah (LPKD) maupun memakai LPK yang sudah berdiri, menyerupai PT Askrindo dan Perum Jamkrindo. PT. Askrindo telah mempelopori perjuangan LPKD ini semenjak tahun 2004 dan telah berhasil membuatkan UMKM di daerah. Selayaknya PT. Askrindo memperoleh hak patent atas produk LPKD yang pada kesudahannya diakui sangat positif dan membantu Pemerintah Daerah membuatkan perekonomian kawasan umumnya dan khususnya UMKM. Dalam denah LPKD yang dirintis oleh PT. Askrindo, untuk menarik minat BPD mengucurkan kredit kepada UMKM, maka resiko dijamin bersama oleh BPD, Pemerintah Daerah dan perusahaan penjamin dengan proporsi yang disepakati.

Regulasi Kurang Harmonis
Perkembangan LPKD di kawasan yang sanggup dikatakan sebagai ”Ibu” UMKM dalam memperoleh susukan keuangan dari lembaga pembiayaan/perbankan perlu dukungan Pemda, perbankan, LPK juga regulasi yang mengaturnya. Saat ini ada secercah cita-cita yang bersumber dari regulasi yang mengatur penjaminan kredit yaitu dikeluarkannya Peraturan Presiden No. 2 Tahun 2008 Tentang Lembaga Penjaminan dan Peraturan Menteri Keuangan R.I. No. 222/PMK.010/2008 Tentang Perusahaan Penjaminan Kredit dan Perusahaan Penjaminan Ulang. Regulasi ini menawarkan kesempatan untuk pengembangan Lembaga Penjaminan Kredit Daerah (LPKD) melalui teladan kerjasama dengan Pemerintah Daerah dan perbankan di daerah. Sementara itu, dasar aturan pendirian LPKD ialah merujuk kepada Peraturan Presiden No. 2 Tahun 2008 wacana Lembaga Penjaminan Kredit, yang pada prinsipnya mengijinkan kepada Pemerintah Daerah dan masyarakat setempat untuk mendirikan serta mengelola LPKD, baik yang berbentuk Perusahaan Daerah, Perseroan Terbatas, maupun Koperasi. Kemudian PerPres No. 2 Tahun 2008 tersebut ditindaklanjuti dengan petunjuk pelaksanaannya berupa PMK No. 222/PMK.010/2008 tanggal 16 Desember 2008 wacana tatacara pendirian Perusahaan Penjaminan Kredit dan Perusahaan Penjaminan Ulang Kredit.
Terbitnya PMK 222/PMK.010/2008 tersebut merupakan salah satu peluang bagi LPK, yaitu telah diterbitkannya regulasi di bidang Penjaminan, khususnya pada pasal 3 yang menyebutkan bahwa:

”untuk mendukung kegiatan perjuangan Penjamin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1), Penjamin sanggup melaksanakan perjuangan lain antara lain :
g. Usaha lainnya yang ditetapkan oleh Ketua Bapepam dan Lembaga Keuangan”

Berdasarkan ketentuan tersebut perusahaan penjaminan mempunyai peluang untuk berusaha di bidang non penjaminan sehingga sanggup melaksanakan diversifikasi perjuangan untuk mengurangi kerugian. Usaha penjaminan kredit berdasarkan pengalaman LPK menyerupai halnya PT. Askrindo merupakan bisnis yang cenderung merugi alasannya ialah misinya ialah public service obligation (PSO) untuk mensukseskan jadwal pemerintah dalam membuatkan UMKM ketimbang berorientasi laba (profit oriented). Hal yang sama juga terjadi pada LPK di negara Asia menyerupai di Jepang, Korea, dan Malaysia.
Harapan dari regulasi untuk kemajuan penjaminan kredit di kawasan menjumpai hambatan dengan adanya regulasi lainnya yang kurang serasi atau pro kontra. Pro kontra sekarang telah menjadi permasalahan aturan mengenai boleh atau tidaknya Pemerintah Daerah menawarkan penjaminan kredit. Permasalahan aturan tersebut muncul alasannya ialah adanya dua aturan yang bertentangan, yakni aturan aturan yang membolehkan bahkan menganjurkan dan aturan aturan yang tidak membolehkan pemanfaatan dana APBD untuk penjaminan kredit UMKM. Masalah aturan yang bertentangan tersebut mengakibatkan polemik dan mengakibatkan keragu-raguan, baik dari sisi Pemerintah Daerah, Lembaga Penjamin Kredit maupun Perbankan dalam upaya penjaminan kredit di kawasan alasannya ialah berkaitan dengan penerapan Good Clean Government (GCG). Permasalahan regulasi itu muncul alasannya ialah ada regulasi yang kurang serasi yaitu ada yang membolehkan dan tidak mengenai pelaksanaan penjaminan kredit yang dijalankan oleh Pemda.
Adapun aturan yang membolehkan antara lain:
· UU No. 20 tahun 2008 wacana UMKM, Pasal 21 ayat 1 yang isinya: ”Pemerintah dan Pemerintah Daerah menyediakan pembiayaan bagi Usaha Mikro dan Kecil”
· UU No. 20 tahun 2008 wacana UMKM, Pasal 23 ayat 1 yang isinya: ”Untuk meningkatkan susukan Usaha Mikro dan Kecil terhadap sumber pembiayaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22, Pemerintah dan Pemerintah Daerah:
a. menumbuhkan, membuatkan dan memperluas jaringan lembaga keuangan bukan bank
b. menumbuhkan, membuatkan dan memperluas jangkauan lembaga penjaminan kredit, dan
c. menawarkan kemudahan dan fasilitasi dalam memenuhi persyaratan untuk memperoleh pembiayaan.”
· UU No. 20 tahun 2008 wacana UMKM, Pasal 24 yang isinya: ”Pemerintah dan Pemerintah Daerah melaksanakan pemberdayaan Usaha Menengah dalam bidang pembiayaan dan penjaminan, dengan :
a. memfasilitasi dan mendorong peningkatan pembiayaan modal kerja dan investasi melalui ekspansi sumber dan teladan pembiayaan, susukan terhadap pasar modal, dan lembaga pembiayaan; dan
b. membuatkan lembaga penjamin kredit dan meningkatkan fungsi lembaga penjamin ekspor.”
· UU No. 1 Tahun 2004 wacana Perbendaharaan Negara, Pasal 9 ayat 2 (k) yang isinya:
(2) Kepala Satuan kerja Pengelola Keuangan Daerah selaku Bendahara Umum Daerah berwenang:
k. menyiapkan pelaksanaan pinjaman dan pemberian jaminan atas nama pemerintah daerah.

Sedangkan aturan aturan yang tidak membolehkan antara lain
· UU No. 33 Tahun 2004 wacana Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat & Pemerintah Daerah pasal 55 ayat 1 yang isinya: ”Daerah tidak sanggup menawarkan jaminan atas pinjaman pihak lain”,
· Peraturan Pemerintah No. 54 Tahun 2005 wacana Pinjaman Daerah yang isinya: Pemerintah Daerah dihentikan menawarkan jaminan atas pinjaman pihak lain.
· Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 13 tahun 2006 wacana Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, Paragraf 4 Pinjaman Daerah dan Obligasi Daerah yang isinya: Pemerintah Daerah tidak sanggup menawarkan jaminan atas pinjaman pihak lain.

Regulasi yang kurang serasi ini telah menciptakan keraguan pada Pemerintah Daerah dan BPD menyerupai halnya yang terjadi pada BPD Sulsel yang mengikuti petunjuk surat Dirjen. Perimbangan Keuangan, Departemen Keuangan No. 91/PK/2008 tgl. 28 Januari 2008, yang menyatakan bahwa “Daerah tidak sanggup menawarkan Jaminan atas pinjaman pihak lain”, oleh alasannya ialah itu penjaminan kredit antara LPK bersama Pemerintah Daerah tidak sanggup berjalan. BPD Kalbar juga menanyakan wacana dasar aturan boleh tidaknya APBD dipakai oleh Pemerintah Daerah untuk menjamin UMKM. Di Bali, Kerjasama Lembaga Penjamin Kredit dan Pemerintah Daerah untuk menjamin pengusaha kecil juga menjadi perhatian khusus BPK. Demikian juga Pemerintah Daerah lainnya, banyak yang tertarik untuk ikut serta menjadi penjamin bagi UMKM didaerahnya, baik dengan mendirikan LPKD maupun bekerja sama dengan LPK yang sudah eksis, kesudahannya ditinjau ulang atau dibatalkan alasannya ialah aturan aturan yang belum jelas.
Disisi lain, Bank Indonesia yang mempunyai jadwal Arsitektur Perbankan Indonesia (API) sangat mendukung pengembangan Lembaga Penjaminan Kredit Daerah. Di API – pilar 1 butir 3.a disebutkan bahwa dalam rangka memperkuat Struktur Perbankan Nasional, dan meningkatkan susukan kredit bagi UMKM, Bank Indonesia memfasilitasi pembentukan Skim Penjaminan Kredit. Tidak heran jikalau Bank Indonesia menggerakkan Kantor-kantor cabangnya untuk ikut mendukung pelaksanaan pendirian LPKD di daerah.
Agar perkembangan LPKD terus meningkat dan menawarkan bantuan yang besar bagi perekonomian kawasan khususnya dan perekonomian nasional umumnya, pemerintah selayaknya melaksanakan beberapa hal yaitu; Pertama, menawarkan perhatian serius semoga permasalahan ketidakharmonisan regulasi wacana penjaminan kredit kawasan sanggup diselesaikan. Perlu suatu lembaga diskusi bersama yang melibatkan regulator ( Depkeu dan Depdagri ) dan pihak-pihak yang terlibat menyerupai Pemda, LPK, dan BPD untuk mengharmonisasikan regulasi yang bermasalah tersebut; kedua melaksanakan sinkronisasi pelaksanaan penjaminan Kredit Usaha Rakyat (KUR) ketika ini dengan perjuangan Pemerintah Daerah dalam membuatkan UMKM di kawasan melalui prosedur LPKD semoga dana yang dipakai untuk memperbesar kapasitas penjaminan sanggup optimal; ketiga Pemerintah dan Pemerintah Daerah melaksanakan koordinasi dalam melaksanakan pengolahan data UMKM semoga target penyaluran KUR untuk UMKM kena target dan optimal; dan keempat, harus dilakukan upaya monitoring dan penilaian secara terus menerus dari penyaluran KUR semoga LPK tidak mengalami kebangkrutan dengan jalan menawarkan dukungan finansial dari pemerintah berupa alas keuangan untuk membayar nilai klaim yang terjadi. Hal ini perlu dilakukan alasannya ialah secara nature penjaminan kredit KUR untuk UMKM cenderung merugi dan bersifat PSO.

*). Mulyono, SE, MM, pengamat Penjaminan Kredit

Regulasi Yang Mengatur Lpk Di Kawasan Kurang Harmonis Rating: 4.5 Diposkan Oleh: Update

0 komentar:

Posting Komentar