Jumat, 02 Januari 2009

Sekapur Sirih Perjuangan Penjaminan

Pendahuluan
Sejak tahun 2007, Penjaminan kredit kembali memperoleh perhatian Pemerintah dalam upaya berbagi UMKM dengan melibatkan bank-bank milik Pemerintah. Program pemerintah ini dikenal dengan Progam Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang memperoleh penjaminan kredit oleh Lembaga Penjaminan Kredit miliki Pemeirntah. Program pemerintah inipun disambut dengan baik oleh dunia perjuangan dan perbankan. Dalam waktu tiga tahun, dana kredit perbankan yang telah dikucurkan telah mencapai diatas Rp. 15 triliun lebih bahkan ada rencana Pemerintah akan terus menambah pengucuran kredit UMKM hingga Rp. 20 triliun pada tahun 2010 dengan prosedur Penjaminan Kredit. Mekanisme penjaminan kredit ini dipilih lantaran secara umum UMKM sulit memperoleh kanal keuangan ke perbankan lantaran tidak sanggup memenuhi persyaratan agunan. Penjaminan Kredit ditempatkan sebagai pengganti agunan yang dipersyaratkan perbankan kepada UMKM. Sebenarnya peranan Penjaminan Kredit ini sudah mulai dirasakan semenjak tahun 1971 ketika PT. Askrindo dibuat untuk menanggulangi permasalahan pembiayaan UMKM yang tidak sanggup memenuhi persyaratan perbankan namun mempunyai prospek perjuangan yang baik. Program penjaminan kredit ketika ini dikembangkan kembali oleh pemerintah semoga sanggup memperkokoh struktur perekonomian Indonesia. Pemahaman dan persamaan persepsi perihal perjuangan Penjaminan ini perlu dibangun secara bersama dimulai dari jenis usahanya hingga pada acara perjuangan penjaminan secara menyeluruh.

Konsep dan Definisi Usaha Penjaminan
Penjaminan secara umum yakni suatu kesepakatan untuk memenuhi pembayaran hutang, atau melaksanakan sesuatu tugas, dalam hal terjadi kegagalan dari orang lain, yang pada kesempatan pertama, bertanggung jawab terhadap pembayaran atau pelaksanaan pekerjaan tesebut.
Di dalam KUH Perdata, penanggungan sebagaimana diatur dalam pasal 1820 yakni : suatu perjanjian dengan mana seorang Pihak Ketiga, guna kepentingan siberpiutang mengikatkan diri untuk memenuhi perikatan si berutang manakala orang ini sendiri tidak memenuhinya. Dengan demikian dalam suatu penanggungan minimal terdapat empat unsur yaitu :
1. Penangunggan merupakan suatu bentuk perjanjian, berarti sahnya penanggungan tidak terlepas dari sahnya perjanjian yang diatur dalam pasal 1320 KUH Perdata.
2. Penanggungan melibatkan keberadaan suatu utang yang terlebih dahulu ada. Hal ini berarti tanpa keberadaan utang yang ditanggung tersebut, maka penanggungan utang tidak pernah ada.
3. Penanggungan dibuat semata-mata untuk kepentingan kreditur, dan bukan untuk kepentingan debitur.
4. Penanggungan hanya mewajibkan memenuhi kepada kreditur manakala debitur telah terbukti tidak memenuhi kewajiban atau prestasi atau kewajibannya.
Perjanjian penjaminan yakni bersifat asesoir terhadap perjanjian pokok sehingga ada beberapa huruf yang menempel kepadanya menyerupai :

a. Adanya tergantung pada perjanjian pokok;
b. Hapusnya tergantung kepada perjanjian pokok
c. Jika perjanjian pokok batal, iapun ikut batal
d. Ikut beralih dengan beralihnya perjanjian pokok
e. Jika perutangan pokok beralih lantaran cessie, subrogasi maka beralih juga tanpa adanya penyerahan khusus
Walaupun KUHPerdata menyebutkan bahwa para pihak dalam penjaminan yakni debitur, kreditur dan penanggung, intinya perjuangan penjaminan telah berkembang di luar penjaminan kredit. Namun ada karakteristik yang tetap dijaga yaitu bahwa penjaminan melibatkan tiga pihak yaitu penjamin, akseptor jaminan dan si terjamin. Dengan adanya ketiga istilah tersebut maka penjaminan sanggup dilakukan dalam bentuk penjaminan kegagalan si terjamin dalam memenuhi kewajibannya terhadap di akseptor jaminan baik dalam mengembalikan pinjaman yang sudah diterima oleh si terjamin maupun dalam hal terdapat kewajiban daripada si terjamin untuk melaksanakan suatu pekerjaan/kewajiban kepada si akseptor jaminan. Disamping itu kewajiban penjamin tetap berlaku apabila si terjamin gagal memenuhi kewajibannya kepada si akseptor jaminan.

Filosofi & Dasar Hukum Penjaminan
Karakter yang khas dari Penjaminan (Penanggungan) ditinjau dari beberapa aspek, antara lain yaitu :
a. Sifat dan karakteristik risiko penjaminan bersifat speculative (risiko moral hazard).
b. Dalam praktek penjaminan, Hukum Bilangan Besar (The Law of Large Number) tidak berlaku mutlak untuk seluruh produknya lantaran ada sebagian produk penjaminan yang secara nature tidak sanggup mengikuti prinsip Hukum Bilangan Besar. Disamping itu, data empiris yang tersedia secara statistik dan matematis tidak cukup valid untuk dijadikan dasar dalam analisis risiko, atau dengan kata lain bahwa unsur ketidakpastian (uncertainty) sulit distandarisasi mengingat unsur dasar risiko yakni cenderung kepada moral hazzard dan sangat tergantung dengan kondisi makro ekonomi. Risiko-risiko kerugian yang pernah terjadi didunia penjaminan secara aturan hanya sanggup dijadikan sebagai yurisprudensi dikarenakan peristiwanya bersifat per kasus.
c. Bahwa perjanjian penjaminan bersifat accecoir/supplementary atau perjanjian pelengkap terhadap main contract/perjanjian pokok antara Penerima Jaminan dan Terjamin. Dalam sistem penjaminan berlaku prinsip keterbukaan, yaitu bahwa para pihak yang bertransaksi (membuat kontrak) telah saling mengetahui hak dan kewajibannya masing-masing (Penjamin, Terjamin dan Penerima Jaminan).
Sebagai dasar aturan terdapat beberapa pasal KUHPer yang berkaitan dengan penanggungan/penjaminan, yaitu sebagai berikut :
a. Pasal 1820, “perjanjian dengan mana seorang pihak ketiga (Penjamin), guna kepentingan si berpiutang (Bank/Penerima Jaminan/Obligee) mengikatkan diri untuk memenuhi perikatan si berutang (UMKM/Debitur /Principal) manakala orang ini sendiri tidak memenuhinya”;
b. Pasal 1823, “seseorang sanggup mengajukan diri sebagai Penanggung (dengan tidak telah diminta untuk itu) oleh orang untuk siapa ia mengikatkan dirinya, bahkan diluar pengetahuan orang itu. Diperbolehkan juga untuk menjadi penanggung tidak saja untuk si berpiutang utama, tetapi juga untuk seorang penanggung orang itu (guarantee for guarantor)”.
c. Perihal pembayaran ganti rugi penjaminan, telah diatur dalam Pasal 1831 yaitu Penjamin/Penanggung wajib membayar kepada si berpiutang (penerima jaminan) kalau si berutang (terjamin) lalai, kemudian benda-benda si berutang harus disita dan dijual lebih dahulu untuk melunasi utang-utangnya (hak istimewa seorang penanggung);
d. Perihal timbulnya hak subrogasi penjaminan, telah diatur dalam Pasal 1840 yaitu si Penjamin/Penanggung yg telah membayar, menggantikan demi aturan segala hak si berpiutang terhadap si berutang.
Berdasarkan landasan aturan penjaminan tersebut diatas, maka posisi perusahaan penjaminan dari produk-penjaminan yang dijalankan, akan selalu bekerjasama dengan pihak-pihak yang terkait baik terjamin ataupun akseptor jaminan, sebagai berikut :

No Jenis Produk Terjamin Penerima Jaminan
1. Penjaminan Kredit Bank Debitur Bank
2. Penjaminan Kredit Non Bank Nasabah/Debitur Pegadaian/LKBB
3. Asuransi Kredit Perdagangan Distributor/Pembeli Pabrikan/Penjual
4. Surety Bond Pelaksana/Kontraktor Pemilik Proyek
5. Customs Bond Eksportir/Importir Pabean
6. Kafalah Makful Anhu/TerjaminMakful Lahu/Penerima Jaminan

Produk-produk tersebut sanggup dikategorikan sebagai produk penjaminan lantaran secara nature mempunyai karakteristik penjaminan yang ditandai dengan melibatkan ketiga pihak.
Dalam hal perusahaan memutuskan status bidang perjuangan sebagai perusahaan penjaminan, maka landasan hukumnya yakni :
a. PerPres No. 2/2008 perihal Lembaga Penjaminan, yang mengatur antara lain kelembagaan, acara usaha, pembatasan, pelatihan dan pengawasan;
b. PMK No. 222/2008 perihal Perusahaan Penjaminan Kredit dan Perusahaan Penjaminan Ulang Kredit, yang menjelaskan secara lebih mendetil atas PerPres No. 2/2008 perihal Lembaga Penjaminan.

Aspek Hukum Kontrak Penjaminan
Kontrak penjaminan yakni kontrak dimana si penjamin mengikatkan dirinya terhadap kontrak yang telah dilakukan antara si akseptor jaminan dengan si terjamin. Kontrak penjaminan yakni kontrak antara 3 (tiga) pihak sehingga seharusnya berbeda dengan kontrak/polis asuransi yang melibatkan 2 pihak. Kontrak penjaminan harus memuat secara terang perihal definisi daripada penjamin, akseptor jaminan ataupun terjamin. Apabila selama ini konotasi masyarakat mengenai kontrak penjaminan lebih kepada kontrak antara tiga pihak dalam transaksi penjaminan kredit maka perlu dipakai istilah yang sama menyerupai penjamin, akseptor jaminan dan terjamin untuk kontrak yang bukan merupakan kontrak penjaminan kredit. Dengan demikian setiap kontrak yang melibatkan 3 pihak dan bersifat asesoir terhadap perjanjian pokok sanggup dinyatakan sebagai kontrak penjaminan bukan kontrak asuransi ataupun kontrak lainnya.
Yang perlu juga mendapatkan perhatian khusus dalam kontrak penjaminan yakni mengenai proteksi terhadap manfaat-manfaat apa saja yang sanggup diterima oleh si terjamin sekaligus kewajiban-kewajiban yang harus dipenuhi oleh si terjamin secara jelas. Walaupun dalam masalah penjaminan kredit bank, klaim dibayarkan melalui akseptor jaminannya yaitu bank sendiri namun perlu juga ditegaskan hak-hak dari terjamin apabila yang bersangkutan meninggal dunia atau tidak bisa untuk melunasi kreditnya. Juga perlu ditegaskan mengenai bagaimana cara penanganan kolateral secara transparan semoga tidak merugikan satu pihak pun jua.
Dalam kaitannya dengan subrograsi selama ini lantaran pihak bank yakni yang menyimpan kolateral tambahan, recovery dari kolateral memang dibagikan menurut proporsi yang telah disepakati antara bank dan penjamin. Namun demikian, penjamin mencicipi bahwa pihak bank lebih memprioritaskan recovery untuk kepentingan bank padahal seharusnya dibagikan secara proporsional.
Dasar aturan dari penjaminan di Indonesia yakni KUHPerdata Bab XVII perihal penanggungan utang. Pada pasal 1820 dinyatakan bahwa perjanjian perihal penanggungan, dimana pada salah satu pasalnya dinyatakan bahwa orang boleh melaksanakan penjaminan terhadap pihak lain.
Di dalam kontrak penjaminan juga harus secara terang dicantumkan cara penyelesaian aturan yang akan diambil apabila ternyata salah satu pihak wanprestasi. Tentunya harus ada dasar-dasar yang terang perihal latar belakang pembuatan pasal-pasal supaya tidak terkesan bahwa kontrak tersebut dibuat secara asal jadi saja.

Ruang Lingkup Usaha Penjaminan
Di dalam Peraturan Presiden Nomor 2 tahun 2008 perihal Lembaga Penjaminan dinyatakan bahwa penjaminan yakni acara pemberian jaminan atas pemenuhan kewajiban finansial akseptor kredit dan/atau pembiayaan menurut prinsip syariah. Selanjutnya di dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 222 tahun 2008 perihal Perusahaan Penjaminan Kredit dan Perusahaan Penjaminan Ulang Kredit dinyatakan bahwa perusahaan penjaminan kredit yakni perusahaan penjaminan yang acara perjuangan pokoknya melaksanakan penjaminan kredit. Namun demikian pada pasal 3-nya diterangkan bahwa untuk mendukung acara perjuangan penjaminan maka perusahaan penjaminan kredit sanggup melaksanakan acara perjuangan lain menyerupai penjaminan kredit tunai di luar forum keuangan menyerupai penjaminan kredit yang disalurkan oleh Koperasi kepada anggotanya; penjaminan kredit/ pinjaman Program Kemitraan yang disalurkan tubuh perjuangan milik negara dalam rangka Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL); Penjaminan kredit non tunai di luar forum keuangan; Penjaminan atas surat utang yang diterbitkan oleh UMKM; Jasa konsultasi manajemen; Penyediaan informasi/data base terjamin; dan Usaha lainnya yang ditetapkan oleh Ketua Bapepam dan Lembaga Keuangan.
Demikian juga halnya dengan perusahaan penjaminan ulang kredit pun diberikan kesempatan untuk melaksanakan perjuangan lain selain penjaminan ulang kredit yaitu melaksanakan penjaminan ulang terhadap usaha-usaha tersebut di atas.
Sebagaimana kita telah ulas sebelumnya bahwa perjuangan penjaminan kredit yakni perjuangan penjaminan yang mempunyai potensi kerugian yang cukup besar. Bahkan penjaminan kredit yang ditujukan untuk modal kerja menurut statistik dan pengalaman perusahan penjaminan yang melakukannya selama ini lebih cenderung rugi. Namun perjuangan penjaminan kredit masih mendapatkan kesempatan untuk memperoleh keuntungan dari penjaminan kredit untuk tujuan konsumsi atau lebih dikenal dengan kredit multiguna. Usaha Penjaminan juga berpotensi untuk berkembang dengan kondisi yang lebih profitable apabila juga melaksanakan perjuangan penjaminan lain menyerupai penjaminan pelaksanaan proyek, penjaminan pengadaan, penjaminan ekspor, penjaminan kontra bank garansi dan bahkan penjaminan perdagangan.
Selain penjaminan yang murni bersifat komersial yang diselenggarakan oleh perusahaan penjaminan komersiil, kita mengenal juga penjaminan yang diselenggarakan oleh pemerintah dengan menunjuk perusahaan penjaminan komersiil untuk menyelenggarakannya lantaran pada ketika ini pemerintah tidak mempunyai perusahaan penjaminan yang khusus menyelenggarakan perjuangan penjaminan yang diwajibkan pemerintah. Saat ini jadwal penjaminan Kredit Usaha Rakyat yakni jadwal penjaminan yang cukup dikenal luas di kalangan perbankan dan pengusaha UMKM. Berdasarkan Peraturan Menteri Keungan Nomor 135 Tahun 2008 telah ditetapkan Fasilitas Penjaminan Kredit Usaha Rakyat (KUR). KUR sendiri yakni kredit/ pembiayaan kepada UMKM-K dalam bentuk pemberian modal kerja dan investasi yang didukung kemudahan penjaminan untuk perjuangan produktif.
Program KUR yakni ditujukan untuk meningkatkan kanal pembiayaan UMKM-K pada sumber pembiayaan yang didukung kemudahan penjaminan dalam rangka mendorong pertumbuhan ekonomi nasional. Pemerintah berkewajiban untuk melaksanakan pembayaran Imbal Jasa Penjaminan yang dilakukan sebanyak dua kali dalam setahun.
Namun intinya istilah penjaminan bekerjsama tidak perlu identik dengan penjaminan kredit. Penjaminan sebagai suatu industri sanggup melaksanakan penjaminan selama terpenuhi karakteristik yang dipersyaratkan untuk kontrak penjaminan. Sampai ketika ini kita mungkin sudah terbiasa mendengar istilah Lembaga Penjaminan Simpanan (LPS), penjaminan ekspor menyerupai yang dilakukan oleh Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI), dan terakhir yang akan lahir juga yakni Penjaminan Infrastruktur Indonesia (PII). Ada minimal dua karakteristik yang harus dipenuhi dalam penjaminan di atas. Yang pertama adanya tiga pihak yaitu penjamin, akseptor jaminan, dan terjamin. Disamping itu juga yang tidak kalah pentingnya yakni bahwa kontrak penjaminan sifatnya asesoir terhadap kontrak pokok antara si akseptor jaminan dan si terjamin.
Lembaga Penjaminan Simpanan yakni penjaminan yang ditujukan untuk menjamin kewajiban bank terhadap debitur yang telah diatur dengan Undang-undang No 24 Tahun 2004 Tentang Lembaga Penjamin Simpanan. Dalam skim ini kita lihat bahwa si akseptor jaminan yakni para deposan dan penabung yang menyimpan dananya di bank. Si terjamin yakni pihak bank yang mendapatkan penempatan dana dari nasabahnya. Sedangkan penjamin dalam hal ini yakni Lembaga Penjamin Simpanan. Karena telah diatur dengan Undang-undang tersendiri maka skim penjaminan simpanan sebagaimana dimaksud oleh Undang-undang Nomor 24 Tahun 2004 tersebut yakni diluar cakupan kajian ini. Namun memang disadari bahwa skim penjaminan simpanan tersebut masih sanggup dikembangkan bagi Skim di luar yang diatur di dalam peraturan perudang-undangan dimaksud.
Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) yakni suatu forum yang disamping menunjukkan pembiayaan dan asuransi juga termasuk penjaminan. Penjaminan yang diberikan ada 4 macam yaitu :
1. Penjaminan bagi eksportir Indonesia atas pembayaran yang diterima dari pembeli barang dan/atau jasa di luar negeri;
2. Penjaminan bagi importir barang dan jasa Indonesia di luar negeri atas pembayaran yang telah diberikan atau akan diberikan kepada Eksportir Indonesia untuk pembiayaan kontrak Ekspor atas penjualan barang dan atau jasa atau pemenenuhan pekerjaan atau jasa yang dilakukan oleh suatu perusahaan Indonesia;
3. Penjaminan bagi bank yang menjadi kawan penyediaan pembiayaan ekspor yang telah kepada eksportir Indonesia; dan atau
4. Penjaminan dalam rangka tender terkait dengan pelaksanaan proyek yang seluruhnya atau sebagian merupakan acara yang menunjang ekspor.
LPEI juga didirikan dengan Undang-undang tersendiri, oleh lantaran itu diluar cakupan kajian ini. Walaupun kedua tubuh tersebut memang didirikan oleh peraturan perundang-undangan tersendiri namun dalam proteksi konsumen ataupun yang dalam hal ini si akseptor jaminan dan si terjamin, maka sebaiknya khusus untuk perjuangan penjaminan yang dijalankan tetap berkoordinasi dengan regulator yang mengawasi forum penjaminan.
Di dalam perjuangan penjaminan juga dikenal dengan penjaminan obligasi, yaitu bentuk penjaminan yang diberikan oleh perusahaan penjaminan kepada pemegang obligasi yang dibayarkan apabila pihak yang mengeluarkan obligasi gagal untuk menunjukkan hasil sesuai dengan yang diperjanjikan.
Selain penjaminan-penjaminan sebagaimana disebutkan di atas, perjuangan penjaminan sanggup menjalankan perjuangan penjaminan lain selama berpegang kepada huruf perjuangan penjaminan, diantaranya yang juga memungkinkan yakni penjaminan infrastruktur yang bertujuan untuk menjamin para investor dari risiko-risiko yang sanggup membahayakan investasinya di Indonesia.
Untuk ke depan dalam rangka menata industri penjaminan yang lebih prudent maka sebaiknya industri penjaminan dibagi ke dalam 2 kategori:
1. Usaha penjaminan komersiil yang bebas dimasuki oleh investor, dan mempunyai kebebasan pula untuk memasarkan produk penjaminan. Untuk industri menyerupai ini biasanya prosedur pasar akan berlaku, apabila industri dianggap cukup menguntungkan maka investor-investor gres akan tertarik untuk ikut berinvestasi.
2. Usaha penjaminan yang merupakan jadwal pemerintah dengan kemungkinan 3 pilihan :
a. Pemerintah memutuskan jadwal penjaminan wajib dimana imbal jasanya dibayar oleh si terjamin dan penyelenggaraan usahanya dilakukan oleh BUMN yang ditunjuk oleh pemerintah
b. Pemerintah memutuskan jadwal penjaminan wajib dengan menanggung imbal jasanya dengan sekaligus penyenggaraan usahanya dilakukan oleh BUMN yang ditunjuk oleh pemerintah
c. Pemerintah memutuskan jadwal penjaminan wajib dengan imbal jasanya ditanggung oleh pemerintah namun penyelenggaraan usahanya sanggup dijalankan termasuk oleh perusahaan komersiil
Selain ruang lingkup perjuangan penjaminan kita juga mengenal ruang lingkup operasional perusahaan penjaminan. Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 222 tahun 2008 perihal perusahaan penjaminan kredit dan perusahaan penjaminan ulang kredit dinyatakan bahwa ruang lingkup operasional perusahaan penjaminan kredit dibagi menurut tingkat nasional dan propinsi.
Apabila ke depan perjuangan penjaminan akan dibagi atas penjaminan komersiil dan penjaminan pemerintah yang bersifat wajib maka ruang lingkup operasional tersebut perlu ditinjau kembali. Sebagaimana kita maklumi bahwa lantaran tingkat risiko bisnis yang tinggi maka perusahaan penjaminan harus didukung oleh tingkat permodalan yang sangat memadai. Tingkat permodalan sanggup dikatakan memadai sekurang-kurangnya kalau sanggup diperkirakan akan bisa untuk memenuhi semua kewajiban-kewajiban yang akan terjadi di masa yang akan datang. Tentunya lantaran memerlukan tingkat permodalan yang sangat besar maka penyelenggaraan usahanya harus bisa menghasilkan margin profit yang memadai pula untuk investornya. Untuk perusahaan yang didukung oleh permodalan yang besar sanggup diberikan ruang lingkup operasional bertaraf nasional sehingga sanggup menggarap pangsa pasar yang besar sesuai dengan permodalannya. Disamping itu perusahaan bermodal besar biasanya didukung oleh perangkat operasional dan SDM yang sangat baik.
Sedangkan untuk tingkat lokal sebaiknya sanggup dilakukan oleh perusahaan tempat setempat apakah tingkat provinsi, ataupun kabupaten atau kotamadya. Biasanya tempat mempunyai kemampuan permodalan yang terbatas, namun tetap memerlukan kehadiran perusahaan penjaminan. Untuk hal ini mungkin perlu dilakukan semoga pemda sanggup mendirikan perusahan penjaminan tempat selama hal tersebut memang diharapkan dan mendapatkan izin dari regulatornya. Sebaiknya pendirian perusahaan penjaminan di tempat tetap mendahulukan azas pertumbuhan ekonomi yakni untuk membantu UMKM-K mendapatkan kanal yang lebih baik kepada kredit perbankan. Untuk itu perusahaan penjaminan yang didirikan oleh Pemerintah Daerah difokuskan saja kepada penyelenggara program-program wajib yang didukung oleh pemerintah dimana biasanya imbal jasa penjaminan sudah disubsidi oleh pemerintah. Namun risiko perusahaan penjaminan di tempat mengalami krisis permodalan masih tetap ada, sehingga perlu dibuatkan peraturan tempat yang menyatakan bahwa perusahaan penjaminan di tempat mempunyai kanal pribadi ke APBD dalam hal terjadi kesulitan-kesulitan dalam pembayaran klaim. Pengecualian tentunya perlu dipertimbangkan bagi tempat yang mempunyai modal yang sangat mencukup untuk menjalankan perjuangan penjaminan komersiil. Untuk perusahaan penjaminan tempat yang bisa juga menjalankan penjaminan komersiil maka sanggup diberikan ruang lingkup nasional.
Perusahaan penjaminan komersiil perlu dipersyaratkan mempunyai tingkat permodalan yang lebih besar lantaran dihadapkan dengan risiko yang sangat besar. Sebagai kompensasinya mereka diberikan keleluasaan beroperasi di tingkat nasional.

Badan Hukum
Perusahaan penjaminan yakni tubuh perjuangan yang didirikan dengan tujuan mencari keuntungan dengan demikian bentuk tubuh aturan daripada perusahaan penjaminan pun harus mencerminkan hal-hal tersebut. Bentuk tubuh aturan yang sesuai untuk perusahaan penjaminan bisa berbentuk Perseroan Terbatas apabila saham-sahamnya dimiliki oleh swasta, ataupun sanggup berbentuk Pesero apabila pemegang saham mayoritasnya yakni pemerintah RI atau Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Disamping itu koperasi dan pemerintah tempat diperbolehkan untuk mendirikan perusahaan penjaminan dengan tubuh aturan koperasi maupun Badan Usaha Milik Daerah (BUMD).

Pencadangan Klaim
Perusahaan penjaminan sebagaimana perusahaan jasa keuangan lainnya mempunyai kewajiban kepada akseptor jaminan yaitu dalam bentuk pemberian ganti rugi apabila si terjamin gagal untuk memenuhi kewajibannya terhadap si akseptor jaminan sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati. Tidak jarang terjadi bahwa pembayaran ganti rugi kepada akseptor jaminan jauh melebihi pendapatan imbal jasa yang diterima sehingga perusahaan setiap ketika dalam kondisi yang penuh dengan risiko.
Dihadapkan dengan situasi tersebut maka kemampuan perusahaan penjaminan untuk sanggup memperkirakan seberapa besar klaim yang akan ditanggung selama satu tahun sangat membantu kesinambungan dari perusahaan. Angka asumsi itu sendiri bukanlah didapatkan dari rekaan yang tanpa dasar namun didasarkan dari pengalaman yang telah teruji dalam kurun waktu tertentu. Dengan menurut formula tertentu perusahaan penjaminan sanggup membentuk cadangan yang bermanfaat dalam menunjukkan tingkat keakuratan daripada klaim yang harus dipenuhi di masa yang akan datang.
Dengan adanya ketentuan pencadangan, maka imbal jasa penjaminan yang diterima sanggup dialokasikan secara lebih efektif. Sebagian dari imbal jasa yang diterima akan pribadi dimasukkan ke cadangan sesudah dikurangi dengan biaya operasional dan beban pemasaran. Tentunya dana yang disiapkan untuk cadangan tetap sanggup dipakai untuk acara investasi. Namun lantaran cadangan tersebut akan dipakai untuk kewajiban jangka pendek yang mempersyaratkan likuiditas yang tinggi, perusahaan harus sanggup menginvestasikan dana tersebut pada sarana-sarana investasi yang sangat likuid.
Pencadangan sanggup saja dimasukkan ke dalam peraturan Undang-undang penjaminan menyerupai yang dilakukan oleh industri lain menyerupai asuransi,dana pensiun, jasa pembiayaan dan lain sebagainnya. Namun kewenangan untuk menunjukkan dispensasi tersebut memang terletak kepada faktor regulator perpajakannya dan untuk menunjukkan keringangan perpajakan terhadap cadangan penjaminan gres sanggup dilakukan apabila peraturan tersebut sudah diadopsi ke dalam peraturan perpajakan.

Tingkat Kesehatan Perusahaan Penjaminan dan Permodalan
Perusahaan penjaminan yakni perusahaan yang sangat rentan dengan risiko. Pengalaman di negara-negara lain menunjukan bahwa akhir adanya kewajiban pembayaran klaim yang besar, perusahaan penjaminan sering mengalami dilema kesehatan keuangan. Untuk itu dalam rangka menunjukkan tingkat keamanan yang lebih baik terhadap tingkat Masalah kesehatan keuangan sanggup timbul lantaran disebabkan dilema solvabilitas dan likuiditas. Apabila perusahaan tidak sehat secara solvabilitas dan likuiditas maka tentu saja akan sanggup menguras permodalannya yang nantinya akan bermuara kepada terganggunya operasional perusahaan penjaminan tersebut.
Tingkat Solvabilitas yakni ukuran utama kesehatan keuangan yang mencerminkan kemampuan aset perusahaan penjaminan dalam memenuhi kewajiban yang timbul terhadap perusahaan. Sedangkan tingkat likuiditas sangat penting dalam menginformasikan kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban berjangka pendek. Walaupun kedua indikator tersebut seolah-seolah sama namun pada kenyataannya berbeda. Perusahaan penjaminan yang mempunyai likuiditas yang memadai belum tentu mempunyai tingkat solvabilitas yang diinginkan. Sebaliknya perusahaan penjaminan yang solven belum tentu mempunyai likuiditas yang kuat. Yang terbaik yakni perusahaan penjaminan mempunyai tingkat solvabilitas dan likuiditas yang sehat. Untuk itu perlu dibuatkan standar-standar setiap waktu regulator sanggup mengevaluasi sekaligus mendeteksi tingkat solvablitas dan tingkat likuiditas perusahaan penjaminan.
Pertanyaan yang muncul yakni bagaimana caranya kita memutuskan tingkat kesehatan perusahaan penjaminan?. Dalam rangka penerapan konsep administrasi risiko yang baik maka untuk memutuskan tingkat kesehatan perusahaan penjaminan juga harus menggunakan pendekatan berbasis risiko. Tingkat kesehatan perusahaan penjaminan diukur menurut risiko yang ditanggung perusahaan (outstanding liabilities). Sebagaimana kita ketahui ada beberapa risiko yang ditanggung oleh perusahaan menyerupai risiko underwriting yaitu risiko dimana klaim yang diperkirakan berbeda jauh dengan klaim yang terjadi mengingat sifat penjaminan finansial juga rentan terhadap gejolak ekonomi makro, risiko investasi dimana hasil investasi yang diperkirakan berbeda dengan hasil investasi yang diperoleh, risiko penjaminan ulang yaitu risiko yang ditanggung apabila perusahaan penjaminan ulang tidak bisa untuk menunjukkan dukungan ganti rugi dalam hal terjadinya klaim dan lain sebagainya.
Permodalan yang besar lengan berkuasa yakni syarat utama untuk membentuk suatu perusahaan penjaminan yang sehat. Indikasi dari permodalan yang besar lengan berkuasa biasanya terlihat dari kemampuan permodalan dalam menanggung risiko yang akan timbul dari seluruh penjaminan yang dilakukan. Namun tentunya kemampuan permodalan juga dibatasi oleh huruf produk yang dipasarkan. Produk penjaminan kredit terutama yang untuk tujuan perjuangan produktif akan lebih beresiko dengan demikian akan membutuhkan dukungan permodalan yang lebih besar lengan berkuasa dibandingkan dengan penjaminan kredit untuk tujuan konsumtif.
Tentunya untuk mengetahui kondisi kesehatan perusahaan penjaminan maka risiko-risiko tersebut harus sanggup dikuantifikasi melalui cara pembobotan sehingga akan lebih gampang diketahui kondisi kesehatan perusahaan.
Menghitung risiko untuk perusahaan penjaminan juga ditentukan oleh apakah perusahaan penjaminan menerima dukungan dari pemerintah. Untuk jadwal penjaminan pemerintah baik pemerintah sentra maupun tempat yang sifatnya wajib dan mendapatkan dukungan pendanaan penuh dari pemerintah, maka tingkat risikonya tidak sebesar apabila perusahaan penjaminan yang menjalankan jadwal komersiil yang mengandalkan keahlian underwriting ataupun kemampuan menyeleksi risiko dari stafnya.Dalam hal ini konsep penyebaran risiko (reguarantee) atas porfolio penjaminan yang dilaksanakan perlu mendapatkan perhatian, namun dalam realitanya khusus untuk penjaminan kredit belum ada penjaminan ulang (kecuali di Jepang yaitu JASMEC).

Investasi
Tingkat kesehatan dan permodalan perusahaan penjaminan dan penjaminan ulang sangat berkaitan erat dengan kebijakan investasi. Kebijakan investasi yang sempurna sanggup membantu kerugian underwriting perusahaan penjaminan sehingga perusahaan tetap sanggup memenuhi kewajiban terhadap akseptor jaminan dan terjamin, memenuhi biaya operasionalnya dan bahkan memperoleh keuntungan di final tahun.Kebijakan investasi harus disusun dengan memperhatikan huruf perjuangan penjaminan itu sendiri.

Pelaporan Produk Penjaminan
Perkembangan industri penjaminan tidak terlepas daripada kemampuan perusahaan untuk menghasilkan imbal jasa dari produk-produk yang dipasarkan. Semakin banyak permintaan terhadap produk-produk penjaminan maka akan semakin bervariasi pula risiko yang akan ditanggung oleh perusahaan penjaminan. Beragamnya risiko dari produk-produk tersebut disamping anggun dari sisi administrasi risiko lantaran sanggup menyeimbangkan risiko yang ditanggung perusahaan penjaminan secara keseluruhan sanggup pula berdampak negatif apabila ternyata dari semua produk yang dipasarkan ternyata menunjukkan beban yang berat terhadap kesehatan perusahaan. Peran pembina dan pengawas diharapkan semoga perusahaan sanggup memasarkan produk yang memang layak untuk dipasarkan dan sudah melalui suatu prosedur penilaian yang baik. Untuk itu setiap produk yang akan dipasarkan oleh perusahaan penjaminan ataupun oleh perusahaan penjaminan ulang kredit harus terlebih dahulu dilaporkan kepada pembina dan pengawas.

Penjaminan Ulang
Dalam kaitan halnya dengan penjaminan ulang, sebagaimana kita maklumi, penjaminan ulang diharapkan lantaran ada beberapa manfaat yang mungkin didapat yaitu :
a. perusahaan penjaminan biasanya mempunyai pengalaman kerugian sendiri-sendiri. Tanpa kehadiran perusahaan penjaminan ulang maka pilihan perusahaan yakni menanggung semua risiko atau klaim yang harus dibayar atau dengan membaginya dengan perusahaan penjaminan yang lain dengan prosedur co-guarantee. Namun kekuatan permodalan perusahaan penjaminan tentunya terbatas. Apabila jumlah kewajiban atau klaim yang harus dibayarkan sudah mencapai batas tertentu yang melebihi permodalan yang dimiliki maka tentunya perusahaan akan berpotensi mengalami kendala untuk meningkatkan penerimaan bisnis penjaminan lainnya lantaran pertimbangan harus melaksanakan pencadangan dalam rangka pembayaran klaim yang akan muncul belakangan. Biasanya keberanian suatu perusahaan penjaminan untuk meningkatkan pertumbuhan penjaminannya akan tergantung daripada pengalaman kerugian atau klaim yang dibayarkan tahun-tahun sebelumnya. Apabila klaim yang dibayarkan pada tahun sebelumnya cukup besar maka peningkatan penjaminan akan berpotensi menyebabkan permasalahan. Dengan adanya prosedur penjaminan ulang hal tersebut sanggup distabilisasi sehingga administrasi perusahaan penjaminan lebih hening dalam menjalankan bisnisnya. Tentu saja dalam melaksanakan ”sharing risks” perusahaan penjaminan ulang juga akan melaksanakan prosedur underwriting yang normal dilakukan oleh perusahaan penjaminan dalam mendapatkan akseptasi penjaminan.
b. Perlindungan dari kondisi catastrophe. Kondisi dimana klaim jatuh secara bersamaan lantaran adanya krisis perekonomian atau penyebab lainnya yakni kondisi tragedi dimana perusahaan penjaminan harus menanggung beban klaim yang wajib diselesaikan secara bersamaan. Hal ini tentu saja sangat berpotensi menjadikan memburuknya bahkan bankrutnya perusahaan penjaminan. Memang dengan teknis underwriting yang baik hal tersebut bekerjsama bisa dihindari. Namun risiko tersebut tetap mengancam manakala perusahaan tidak mempunyai diversifikasi portofolio bisnis yang baik. Dengan adanya perusahaan penjaminan ulang tentu hal tersebut sanggup dihindari dengan cara membagi risiko yang ada dengan melalui penilaian risiko yang paling baik bagi perusahaan penjaminan.
c. Bantuan underwriting. Perusahaan penjaminan ulang tentunya mempunyai pengalaman yang lebih baik daripada perusahaan penjaminan lantaran ia bekerjasama dengan banyak perusahaan penjaminan dengan banyak sekali macam produk yang masing-masingnya mempunyai tingkat risiko yang berbeda-beda. Perusahaan penjaminan sanggup memanfaatkan keahlian perusahaan penjaminan dalam menerapkan metode underwriting untuk produk yang berbeda-beda dalam rangka melaksanakan underwriting yang lebih baik dan menguntungkan bagi perusahaan penjaminan.
Pada ketika ini konsep yang berkembang di Indonesia yakni konsep co-guarantee yang dilakukan oleh dua buah perusahaan penjaminan. Walaupun konsepnya menyerupai dengan re-guarantee namun keefektifannya untuk menampung risiko masih dibawah prosedur re-guarantee. Dengan adanya perusahaan penjaminan ulang akan memudahkan pula pengalihan risiko ke luar negeri melalui prosedur re penjaminan ulang ke luar negeri yang tentu saja sanggup diperluas terus selama memang bisnis penjaminan tersebut berpotensi mendatangkan keuntungan bagi investor.

SubrogasiBerdasarkan Pasal 1400 KUH Perdata dinyatakan bahwa
Subrogasi atau perpindahan hak kreditur kepada seorang pihak ketiga yang membayar kepada kreditur, sanggup terjadi lantaran persetujuan atau lantaran undang-undang. Sedangkan pada Pasal 1401 Perpindahan itu terjadi lantaran persetujuan:
1. Bila kreditur, dengan menenima pembayanan dan pihak ketiga, memutuskan bahwa orang ini akan menggantikannya dalam menggunakan hak-haknya, gugatan-gugatannya, hak-hak istimewa dan hipotek-hipoteknya terhadap debitur; Subrogasi harus dinyatakan dengan tegas dan dilakukan bersamaan dengan waktu pembayaran.
2. Bila debitur menjamin sejumlah uang untuk melunasi utangnya, dan memutuskan bahwa orang yang meminjamkan uang itu akan mengambil alih hak-hak kreditur, semoga subrogasi ini sah, baik perjanjian pinjam uang maupun tanda pelunasan, harus dibuat dengan sertifikat otentik, dan dalam surat perjanjian pinjam uang harus diterangkan bahwa uang itu dipinjam guna melunasi utang tersebut; sedangkan dalam surat tanda pelunasan hams diterangkan bahwa pembayaran dilakukan dengan uang yang dipinjamkan oleh kreditur baru. Subrogasi ini dilaksanakan tanpa sumbangan kreditur.
Pasal 1402, Subrogasi terjadi lantaran undang-undang:
1. Untuk seorang kreditur yang melunasi utang seorang debitur kepada seorang kreditur lain, yang menurut hak istimewa atau hipoteknya mempunyai suatu hak yang lebih tinggi danpada kreditur tersebut pertama;
2. Untuk seorang pembeli suatu barang tak bergerak, yang menggunakan uang harga barang tersebut untuk melunasi para kreditur, kepada siapa barang itu diperikatkan dalam hipotek;
3. Untuk seorang yang tenikat untuk melunasi suatu utang gotong royong dengan orang lain, atau untuk orang lain dan berkepentingan untuk membayar utang itu;
4. Untuk spesialis waris yang telah membayar utang-utang warisan dengan uangnya sendiri, sedang ia mendapatkan warisan itu dengan hak istimewa untuk mengadakan pencatatan perihal keadaan harta peninggalan itu.

Pasal 1403, Subrogasi yang ditetapkan dalam pasal-pasal yang kemudian terjadi, baik terhadap orang-orang penanggung utang maupun terhadap para debitur, subrogasi tersebut tidak sanggup mengurangi hak-hak kreditur kalau ia hanya mendapatkan pembayaran sebagian; dalam hal in ia sanggup melaksanakan hak-haknya mengenai apa yang masih harus dibayar kepadanya, lebih dahulu daripada orang yang memberinya suatu pembayaran sebagian

Gearing Ratio
Gearing Ratio merupakan suatu ukuran kapasitas portofolio penjaminan yang dilakukan perusahaan penjaminan dalam satu periode tertentu.
Gearing Ratio diukur menurut ratio antara outstanding penjaminan terhadap modal sendiri (ekuitas), mengingat besarnya Gearing Ratio merupakan citra antara besarnya kewajiban perusahaan penjaminan dengan modal sendiri yang dimiliki. Gearing Ratio juga merupakan suatu ukuran kesehatan bagi perusahaan penjaminan, disamping ratio likuiditas dan solvabilitas. Besarnya Gearing Ratio sangat ditentukan oleh tingkat rata-rata Non Performing Guarantee (NPG) yang dihadapi perusahaan penjaminan. Sedangkan NPG sendiri ditentukan oleh besarnya rata-rata coverage ratio atas Non Performing Loan (NPL) yang dijamin.
Dalam perhitungan Gearing Ratio perlu ada perbedaan kapasitas per terjamin (badan perjuangan atau individual) atas dasar tingkat risiko penjaminan antara yang berbasis agunan dengan yang berbasis tanpa agunan. Kapasitas penjaminan per terjamin untuk yang berbasis agunan lazimnya lebih besar dari yang berbasis tanpa agunan.
Untuk menjaga performance industri penjaminan yang baik, tentunya dilema Gearing Ratio harus diatur lebih lanjut di dalam peraturan atau Undang-Undang Penjaminan.
*) Disadur dari banyak sekali sumber.

Sekapur Sirih Perjuangan Penjaminan Rating: 4.5 Diposkan Oleh: Update

0 komentar:

Posting Komentar